Melewati jalanan yang hampir padat dengan kendaraan di bawah
sinar mentari yang masih muda, sudah bukan hal yang asing lagi. rerumputan tak
tampak lagi, hanya beberapa tanaman hias pembatas jalur jalanan ditemani
beberapa orang berbaju oren tua. Beberapa polisi sibuk mengatur para pengguna
jalan dengan penyebrang. Beberapa angkot tampak berhenti di pinggir jalan.
Hampir tak ada ruas yang bisa dilewati, penuh mobil besar
juga roda dua. Kebanyakan diantara mereka adalah pedagang dan pembeli. Belum
lagi ditambah padatnya kendaraan anak sekolah yang semakin lama, semakin ramai.
Beberapa orang memainkan klakson, menyemarakan pengguna
jalan yang berbuat sesuka hati. Untung saja, tak ada masalah panjang yang
terjadi. Seorang wanita muda berpenutup kepala panjang berjalan santai
dipinggir jalan. Hampir 200 meter dari jalan utama, ia tetap berjalan tanpa
lelah.
“Mba, ayo!!”
Wanita itu menengok kearahku dan berjalan mendatangiku. ia
pun pergi bersama diriku yang sedang menghabiskan waktu pagi.
Pintu gerbang belum ditutup, tetapi parkiran diluar pagar
sekolah hampir terisi semua. Aku pun berhenti.
“Terimakasih, ya!”
Sedikit senyum dipagi cerah itu membalas perkaatn wanita
itu. kuturuni penurunan untuk parkir didalam sekolah hijau itu. yah, siapa yang
menduga, dibalik kemajuan kota, masih ada yang memikirkan kelestarian tumbuhan.
Tak salah, jika sekedar gelar dan juara sering diraih.
seorang pria ingin lewat disampingku ketika akan kuparkirkan
motor. Ia terdiam, ia member isyarat agar aku parkir duluan. Setelah itu dia
pergi.
Satu persatu tangga kuturuni. Tak banyak yang bisa kulihat
penghuni ruangan-ruangan itu. seorang pria setengah baya sibuk membersihkan
rumput dipinngir jalan. Salah satu temannya dibawah sebuah pohon besar berdaun
lebat banyak. Ia menyapunya perlahan-lahan.
Langkahku laju bagai ditiup angin. Cepat, dan tak terasa.
Kelas yang paling mudah ditemukan, cukup lurus saja tanpa berbelok di landaian
bukit hijau itu, siapaun dapat dengan mudah menemukan kelas XI IPA 3.
Wajah-wajah baru menghias kelas yang miring sebelah itu. aku
duduk terdiam dikursiku. Pengisi hariku kini telah datang. Dengan kesal ia
berbicara padaku,
‘aku ingin jadi kelas satu lagi!”
“Aku enggak!” jawabku,
“Aku mau bareng
samayang laen!”
“Aku enggak!” kataku lagi,
“Ah, kamu ini, mentang-mentang sudah jadi anak IPA, lupain
masa lalu!”
“Enggak segitunya kalii!”
Dia merebahkan kepalanya diatas meja putih panjang itu. memainkan hapenya dengan
wajah bĂȘte nggak karuan.
Sepertinya doanya telah terkabul, beberapa siswi kelas lain
datang menengoknya. Aku pun keluar kelas bersamanya. Kumpulan kenangan lama
kembali terngiang diantara kami. Mengingat masa lalu ketika kami masih dibawah
satu atap menggali ilmu di lingkungan sains class.
Tak ada yang kusayangkan meski jauh ku kembali kemasa lalu.
masa lalu bagiku bukan jawaban unutk yang sekarang. Melewati hal yang ada
dengan terus menengok kebalakang bukanlah cara yang baik untuk terus
melanjutkan putaran waktu baru ini.
Sebuah jepretan tak disangka meluncur kewajahku dan
teman-temanku. Tatapan tanpa ekspresi tampak sekali dalam gambar itu.
“wali kelas kamu siapa?”
“Pak Idris, kamu siapa?”
“Mam Nurul lagi dong, hehehe!!”
“Ih, enaknya,,!!”
Beberapa cowok berambut cagat keriting seperti mie tampak
berdiri.
“Kesana-kesana!” katanya
“Nanti ikannya cemburu!”
sambil melihatku,
“Ah,nggak !” katanya,
Merekapun duduk disampingku, dikursi panjang. Aku hanya diam
saja, mereka sepertinya asyik dengan cerita hape baru, ‘yah, hape keluaran
terbaru itu sepertinya sudah menjadi tren dikalangan kami.
“ech, sudah masukan, kah?”
“Sudah!” kataku.
Maka pergilah rombongan itu dari kelasku. Ada yang mendaki
gunung, ada yang lewat samping. Aku pun masuk kedalam kelasku bersama wajah
lama yang masih setia bersamaku.
Pelajaran Kimia , Fisika pun datang. Mereka sepertinya
datang untuk berkelahi adu pemikiran denganku. Aku teduduk diam. Memerhatikan
pengajar itu walau kadang tak semua kuphami maksud yang terkandung.
Aku selalu diam,
sesekali para pengajar itu tak menampakkan dirinya didalam kelas. Jam
kosong diwaktu yang terus berputar. Tak ada yang bisa kulakukan selain
menggoreskan sebuah pena pada lembaran kertas kosong. Berharap lembaran-lembaran itu menjadi masa depan cerah bagiku...