Wednesday, August 17, 2011

aku dan masa laluku


Melewati jalanan yang hampir padat dengan kendaraan di bawah sinar mentari yang masih muda, sudah bukan hal yang asing lagi. rerumputan tak tampak lagi, hanya beberapa tanaman hias pembatas jalur jalanan ditemani beberapa orang berbaju oren tua. Beberapa polisi sibuk mengatur para pengguna jalan dengan penyebrang. Beberapa angkot tampak berhenti di pinggir jalan.
Hampir tak ada ruas yang bisa dilewati, penuh mobil besar juga roda dua. Kebanyakan diantara mereka adalah pedagang dan pembeli. Belum lagi ditambah padatnya kendaraan anak sekolah yang semakin lama, semakin ramai.
Beberapa orang memainkan klakson, menyemarakan pengguna jalan yang berbuat sesuka hati. Untung saja, tak ada masalah panjang yang terjadi. Seorang wanita muda berpenutup kepala panjang berjalan santai dipinggir jalan. Hampir 200 meter dari jalan utama, ia tetap berjalan tanpa lelah.
“Mba, ayo!!”
Wanita itu menengok kearahku dan berjalan mendatangiku. ia pun pergi bersama diriku yang sedang menghabiskan waktu pagi.
Pintu gerbang belum ditutup, tetapi parkiran diluar pagar sekolah hampir terisi semua. Aku pun berhenti.
“Terimakasih, ya!”
Sedikit senyum dipagi cerah itu membalas perkaatn wanita itu. kuturuni penurunan untuk parkir didalam sekolah hijau itu. yah, siapa yang menduga, dibalik kemajuan kota, masih ada yang memikirkan kelestarian tumbuhan. Tak salah, jika sekedar gelar dan juara sering diraih.
seorang pria ingin lewat disampingku ketika akan kuparkirkan motor. Ia terdiam, ia member isyarat agar aku parkir duluan. Setelah itu dia pergi.
Satu persatu tangga kuturuni. Tak banyak yang bisa kulihat penghuni ruangan-ruangan itu. seorang pria setengah baya sibuk membersihkan rumput dipinngir jalan. Salah satu temannya dibawah sebuah pohon besar berdaun lebat banyak. Ia menyapunya perlahan-lahan.
Langkahku laju bagai ditiup angin. Cepat, dan tak terasa. Kelas yang paling mudah ditemukan, cukup lurus saja tanpa berbelok di landaian bukit hijau itu, siapaun dapat dengan mudah menemukan kelas XI IPA 3.
Wajah-wajah baru menghias kelas yang miring sebelah itu. aku duduk terdiam dikursiku. Pengisi hariku kini telah datang. Dengan kesal ia berbicara padaku,
‘aku ingin jadi kelas satu lagi!”
“Aku enggak!” jawabku,
“Aku  mau bareng samayang laen!”
“Aku enggak!” kataku lagi,
“Ah, kamu ini, mentang-mentang sudah jadi anak IPA, lupain masa lalu!”
“Enggak segitunya kalii!”
Dia merebahkan kepalanya diatas meja  putih panjang itu. memainkan hapenya dengan wajah bĂȘte nggak karuan.
Sepertinya doanya telah terkabul, beberapa siswi kelas lain datang menengoknya. Aku pun keluar kelas bersamanya. Kumpulan kenangan lama kembali terngiang diantara kami. Mengingat masa lalu ketika kami masih dibawah satu atap menggali ilmu di lingkungan sains class.
Tak ada yang kusayangkan meski jauh ku kembali kemasa lalu. masa lalu bagiku bukan jawaban unutk yang sekarang. Melewati hal yang ada dengan terus menengok kebalakang bukanlah cara yang baik untuk terus melanjutkan putaran waktu baru ini.
Sebuah jepretan tak disangka meluncur kewajahku dan teman-temanku. Tatapan tanpa ekspresi tampak sekaLi dalam gambar itu.
“wali kelas kamu siapa?”
“Pak Idris, kamu siapa?”
“Mam Nurul lagi dong, hehehe!!”
“Ih, enaknya,,!!”
Beberapa cowok berambut cagat keriting seperti mie tampak berdiri.
“Kesana-kesana!” katanya
“Nanti Tama  cemburu!” sambil melihatku,
“Ah,nggak !” katanya,
Merekapun duduk disampingku, dikursi panjang. Aku hanya diam saja, mereka sepertinya asyik dengan cerita hape baru, ‘yah, hape keluaran terbaru itu sepertinya sudah menjadi tren dikalangan kami.
“ech, sudah masukan, kah?”
“Sudah!” kataku.
Maka pergilah rombongan itu dari kelasku. Ada yang mendaki gunung, ada yang lewat samping. Aku pun masuk kedalam kelasku bersama wajah lama yang masih setia bersamaku.
Pelajaran Kimia , Fisika pun datang. Mereka sepertinya datang untuk berkelahi adu pemikiran denganku. Aku teduduk diam. Memerhatikan pengajar itu walau kadang tak semua kupahami maksud yang terkandung.
Aku selalu diam,  sesekali para pengajar itu tak menampakkan dirinya didalam kelas. Jam kosong diwaktu yang terus berputar. Tak ada yang bisa kulakukan selain menggoreskan sebuah pena pada lembaran kertas kosong.
"Kemanakah gerangan guru itu berada? tak tampak sekali wajah mereka dari atas bukit hijau itu!"
tak ada penyesalan yang terasa. hanya beberapa siswa sekelas yang ada disini. aku pasrah saja sih, dimana aku berada. walau sedikit bayangan sudah ada dibenakku dan kini menjadi nyata. 
semua masih terlihat sama, teman-teman dikelas x masih sering mengunjungi kelas ini. bercanda atau apa. aku terkadang hanya duduk diam, tak banyak bicara. melamun. 

aku sadar, bahwa kehidupan akan berujung diri sendiri, semua bisa meninggalkanmu! orang tua, sahabat, pacar ! kecuali yang pasti-pasti. Muhammad dan Allah. 
bayangan lalu masih terasa. Disebuah pohon ketapang tinggi, seorang gadis kecil duduk sendiri.  menatap teman-temannya yang tak pernah menghiraukannya. tetesan air mata membasahi pipinya. 
"kenapa aku yang dimusuhi? HIKZ, HIKZ, HIKZ,,,,,!!"
"Kenapa kamu,mut??"
aku tak bisa menjawab. 
tak ada yang mengerti aku. semua maunya sendiri. aku kecewa dengan mereka. aku selalu melupakan kesedihanku.
"Kasih tau kau yang ini, nah!"
"Nggak mau, kamu biasanya pelit, gak mau kasih tau kau!"
gadis itu akhirnya menunjul kepalaku. aku hanya terdiam bertatap muka dengan temannku yang lain. 
Semua punya teman dekat, hanya aku yang kadang merenung diam, tak punya sahabat yang benar-benar sejati. pernah aku dapatkan sahabat, seorang wanita berbadan agak tinggi, dan hitam manis, rambutnya lurus, dan sering diikat satu. orangnya sedikit medo' jawa. namun, tak lama aku punya teman sepertia dia, dia pindah kesekolah lain di kelulusan seragam'merah-putih ini'. 
dibangku selanjutnya, aku terpisah lagi dari teman-teman SD -ku. walau tak semua. sebut saja namanya Ade, cowok yang tingginya dibawahku, sering sekali memperhatikan diriku. terlebih saat jam olahraga.
"Wees,,, Imuth lari, tulangnya lari duluan!" ketika tes lari,
yang lain tertawa, aku sedikit malu. rupanya , kata 'bungkring' masih melekat pada diriku ini. 
busana muslim tak kian menutup jasad yang kurus ini. biarlah!
aku menemukan